Jumat, 10 Juni 2011

PROSEDUR PEMERIKSAAN AKUNTAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN AKUNTAN
Norma pelaksanaan pemeriksaan yang ketiga menyebutkan beberapa prosedur pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh akuntan dalam mengumpulkan berbagai tipe bukti pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti pemeriksaan tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam pemeriksaan . Prosedur pemriksaan yang disebutkan dalam norma tersebut meliputi: inspeksi, pengamatan, wawancara dan konfirmasi.
Di samping akuntan memakai prosedur pemeriksaan yang disebutkan dalam norma tersebut, akuntan melaksanakan berbagai prosedur pemeriksaan lainnya untuk mengumpulkan bukti pemeriksaan yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksanya. prosedur pemeriksaan lain tersebut meliputi: pengusutan, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan, dan scanning. Dengan demikian, prosedur pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh akuntan meliputi
1. Inspeksi.
2. Pengamatan (observation).
3. Wawancara.
4. Konfirmasi.
5. Pengusutan.
6. Pemeriksaan bukti pendukung (vouching).
7. Penghitungan.
8. Scanning.
Inspeksi. Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur pemeriksaan ini banyak dilakukan oleh akuntan. Dengan melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, akuntan akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya, akuntan akan dapat memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaan fisik aktiva tersebut.
Pengamatan. Pengamatan atau observasi merupakan prosedur pemeriksaan yang digunakan oleh akuntan untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Contoh kegiatan yang biasa diamati oleh akuntan dalam pemeriksaannya adalah: penghitungan fisik persediaan yang ada di gudang klien, pembuatan dan persetujuan voucher, dan penyimpangan kas yang ada di tangan klien. Dengan pengamatan ini akuntan akan dapat memperoleh bukti visual mengenai pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati akuntan adalah karyawan, prosedur dan proses.
Konfirmasi. Seperti telah diuraikan di atas, konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan akuntan memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Prosedur yang biasa ditempuh oleh akuntan dalam konfirmasi ini adalah sebagai berikut:
1. Akuntan meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar.
2. Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh akuntan untuk memberikan jawaban langsung kepada akuntan mengenai informasi yang ditanyakan oleh akuntan tersebut.
3. Akuntan menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
Wawancara. Wawancara merupakan prosedur pemeriksaan yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan. Bukti pemeriksaan yang dihasilkan dari prosedur ini adalah: pertanyaan akuntan mengenai tingkat keusangan persediaan yang ada di gudang, pertanyaan yang diajukan kepada penasihat hokum klien mengenai kemungkinan keputusan perkara pengadilan yang sedang ditangani oleh penasihat hukum tersebut.
Pengusutan. Dalam melaksanakan prosedur pemeriksaan ini, akuntan melakukan pengusutan informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur pemeriksaan ini terutama diterapkan terhadap bukti documenter. Contoh prosedur pengusutan yang dilakukan oleh akuntan adalah pemeriksaan terhadap transaksi penjualan yang dimulai oleh akuntan dengan memeriksa informasi dalam surat order dari pelanggan, diusut kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order dari pelanggan, diusut kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order penjualan, laporan pengiriman barang, faktur penjualan, jurnal penjualan, dan rekening piutang dalam buku pembantu piutang. Pengusutan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan ketelitian dan kelengkapan catatan akuntansi.
Pemeriksaan dokumen pendukung. Pemeriksaan dokumen pendukung (vouching) merupakan prosedur pemeriksaan yang meliputi:
1. Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
2. Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
Penghitungan. Prosedur pemeriksaan ini meliputi pnghitungan dan rekonsiliasi yang dilakukan oleh akuntan untuk membuktian ketelitian penghitungan yang dilakukan oleh klien.
Scanning. Scanning merupakan penelahaan secara cepat terhadap dokumen. Catatan dan daftar untuk mendeteksi dan unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.
Gambar 4.2 berikut ini memperlihatkan hubungan antara tipe bukti pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan yang biasa digunakan oleh akuntan untuk mendapatkan bukti pemeriksaan tersebut.
Tipe Bukti Prosedur Pemeriksaan Contoh Penerapan Prosedur Pmeriksaan
Bukti fisik

Bukti documenter







Bukti perhitungan



Bukti lisan

Bukti perbandingan Inspeksi
Penghitungan
Konfirmasi
Inspeksi
Pengusutan

Wawancara


Surat pernyataan darinya.
Penghitungan kembali



Wawancara

Penelaahan analitik Inspeksi mesin pabri
Penghitungan kas
Konfirmasi saldo bank
Inspeksi faktur penjualan
Mengusut faktur penjualan ke dalam kartu piutang
Wawancara dengan penasihat hukum klien yang menghasilkan.

Footing terhadap jurnal penjualan
Cross-footing terhadap jurnal pembelian
Menayakan tingkat keusangan persediaan di gudang.
Membandingkan realisasi penjualan dengan anggarannya.
Gambar 4.2 Berbagai Tipe Bukti Pemeriksaan dan Prosedur Pemeriksaannya

SITUASI PEMERIKSAAN YANG MENGANDUNG RISIKO BESAR
Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam rekening dan di dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh karena itu, akuntan harus waspada jika menghadapi situasi pemeriksaan yang mengandung risiko besar seperti contoh berikut ini.
Pengendalian intern yang lemah. Pengendalian intern menetukan jumlah dan kualitas bukti yang harus dikumpulkan oleh akuntan. Dalam situasi yang pengendalian intern dalam suatu bidang lemah, akuntan harus waspada dan mengumpulkan bentuk bukti pemeriksaan rinci yang lain yang dapat mengganti bukti-bukti yang dihasilkan oleh pengendalian intern yang lemah tersebut.
Kondisi keuangan yang tidak sehat. Suatu perusahaan yang mengalami kerugian atau dalam posisi yang sulit untuk melunasi utangnya akan mempunyai kecenderungan untuk menunda penghapusan piutangnya yang sudah tidak laku dijual, atau lupa memcatat utangnya. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam perusahaan yang keadaan keuangannya baik.
Manajemen yang tidak dapat dipercaya. Sebelum menerima suatu perusahaan sebagai klien, akuntan public harus memperoleh informasi mengenai latar belakang atau riwayat direktur dan para manajernya. Akuntan harus waspada terhadap manajer yang pernyataan-pernyataan lisannya ternyata sebagian atau seluruhnya tidak benar.
Penggantian akuntan public. Klien yang mengganti akuntan publiknya tanpa alasan yang jelas, mungkin disebabkan oleh ketidakpuasan klien terhadap jasa yang diberikan oleh akuntan yang lama. Tetapi, seringkali terjadinya penggantian akuntan public tersebut disebabkan oleh adanya perselisihan antara klien dengan akuntan publiknya mengenai penyajian laporan keuangan dan penjelasannya. Klien baru yang telah mengganti akuntan publiknya merupakan klien yang berisiko besar bagi akuntan public penggantinya.
Perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba. Jika tarif pajak penghasilan tiba-tiba sangat besar, maka reaksi wajar perusahaan yang terkena adalah mencari cara meminimumkan pengahasilan atau laba kena pajak. Seringkali beban pajak ini menyebabkan pergantian perinsip akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan dan penafsiran transasksi perusahaan yang tidak konsisten dengan yang telah diikuti dalam tahun-tahun berikutnya. Perubahan tarif pajak yang drastic akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk menggeser pengakuan pendapatan dalam periode yang pajaknya masih relative rendah.
Usaha yang bersifat spekulatif. Akuntan yang melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang kegitannya dalam usaha yang sifatnya spekulatif, akan menghadapi resiko yang lebih besar bila dibandingkan dengan akuntan yang melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan yang kegiatan usahanya relative stabil dalam jangka panjang.
Transaksi perusahaan yang kompleks. Klien yang kegiatannya menghasilkan transaksi yang sangat rumit merupakan klien yang mengandung resiko besar bagi akuntan bila dibandingkan dengan klien yang kegiatannya bersifat konvensional.

KEPUTUSAN YANG HARUS DIAMBIL AKUNTAN BERKAITAN DENGAN BUKTI PEMERIKSAAN
Dalam proses pengumpulan bukti pemeriksaan, akuntan melakukan empat pengambilan keputusan yang saling berkaitan:
1. Penentuan prosedur pemeriksaan yang akan digunakan.
2. Penentuan besarnya sampel untuk prosedur pemeriksaan tertentu.
3. Penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dari populasi.
4. Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan perosedur pemeriksaan tersebut.
Penentuan prosedur pemeriksaan yang akan digunakan. Untuk mengumpulkan bukti pemeriksaan, akuntan menggunakan prosedur pemeriksaan. Contoh prosedur pemeriksaan disajikan berikut ini.
1. Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas tersebut sampai dengan saat penyetoran ke bank.
2. Mintalah cut-off bank satatement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu setelah tanggal neraca.
3. Lakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan yang diselenggarakan oleh klien.
Daftar prosedur pemeriksaan untuk seluruh pemeriksaan unsure tertentu disebut program pemeriksaan. Pada umumnya program pemeriksaan juga menyebutkan besarnya sampel, tanggal pelaksanaan prosedur pemeriksaan, dan pelaksana prosedur pemeriksaan tersebut.
Penentuan besarnya sampel. Jika prosedur pemeriksaan telah ditetapkan, akuntan dapat menentukan besarnya sampel yang berbeda dari satu unsure dengan unsur yang lain dalam populasi yang sedang diperiksa. Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh akuntan untuk setiap prosedur pemeriksaan. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara pemeriksaan yang satu dengan pemeriksaan yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur pemeriksaan yang lain.
Penentuan unsur tertentu yang dipilih sebagai anggota sampel. Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur pemeriksaan tertentu, akuntansi masih harus memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa. Sebagai contoh, akuntan telah menentukan bahwa 400 faktur penjualan dari populasi sebesar 1.500 akan diperiksa mengenai otorisasi dan ketelitian yang tercantum di dalamnya. Akuntan dapat menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk memilih 400 faktur penjualan dari populasi tersebut. Tiga metode yang mungkin digunakan oleh akuntan adalah: (1) memilih minggu tertentu sebagai periode pengujian (test period) dan memeriksa 400 faktur penjualan pertama yang dibuat dalam minggu tersebut, (2) memilih 400 faktur penjualan yang berisi total rupiah di atas Rp40.000, (3) memilih 400 faktur penjualan tersebut secara sembarangan.
Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan. Karena pemriksaan terhadap laporan keuangan melipurti suatu jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun, maka akuntan dapat mulai mengumpulkan bukti pemeriksaan segera bd65c87ae9a41b4; presence=EM307714002L186REp_5f1nya baru dapat diselesaikan beberapa minggu atau bulan setelah tanggal neraca, maka prosedur pemeriksaan dapat digunakan pada awal tahun yang diperiksa, akhir tahun yang diperiksa, atau beberapa minggu atau bulan setelah tanggal neraca. Umumnya, klien menghendaki pemeriksaan akuntan diselesaikan dalam waktu satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.

RANGKUMAN
Buki pemeriksaan adalah bukti segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh akuntan sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Norma pelaksanaan pemeriksaan yang ketiga mewajibkan akuntan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksanya. Isi norma tersebut adalah sebagai berikut: “bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa”.
Cukup atau tidaknya bukti pemeriksaan menyangkut kuantitas bukti yang harus diperoleh akuntan dalam pemeriksaannya, sedangkan kompetensi bukti pemeriksaan menyangkut kualitas atau keandalan bukti yang dipengaruhi oleh tiga factor beriktu ini: sumber bukti, pengendalian intern, dan cara untuk memperoleh bukti.
Ada delapan tipe bukti pemeriksaan yang harus diperoleh akuntan dalam pemeriksaannya: pengendalian intern, bukti fisik, bukti documenter, catatan akuntansi, perhitungan, bukti lisan, perbandingan dan ratio, serta bukti dan spesialis.
Untuk memperoleh bukti pemeriksaan, akuntan melakukan prosedur pemeriksaan yang merupakan instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti pemeriksaan tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan yang dipakai oleh akuntan untuk memperoleh bukti pemeriksaan adalah inspeksi, pengamatan, wawanara, konfirmasi, pengusutan, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan, dan scanning.
Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam rekening dan dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh karena itu, akuntan harus waspada jika menghadapi situasi pemeriksaan yang mengandung risiko besar seperti contoh berikut ini: pengendalian intern yang lemah, kondisi keuangan yang tidak sehat, manajemen yang tidak dapat dipercaya, penggantian akuntan public yang dilakukan oleh klien tanpa alasan yang jelas, perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba, usaha yang bersifat spekulatif, dan transaksi perusahaan yang kompleks. Kewaspadaan ini perlu dimiliki oleh akuntan untuk menghindarkan dirinya dari pernyataan pendapat wajar atas laporan keuangan klien yang berisi ketidak jujuran.
Dalam proses pengumpulan bukti pemeriksaan, akuntan melakukan empat pengambilan empat keputusan yang saling berkaitan, yaitu: penentuan prosedur pemeriksaan tertentu, penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dan populasi, dan penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan tersebut.

KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah kertas-kertas yang dikumpulkan atau dibuat selama proses pemeriksaan, yang meliputi semua bukti pemeriksaan yang dikumpulkan oleh akuntan guna memperlihatkan pekerjaan yang telah dilaksanakannya, metode dan prosedur pemeriksaan yang diikutinya, serta kesimpulan yang telah dibuatnya.
Empat tujuan terpenting pembuatan kertas kerja adalah: (1) untuk mengkoordinasi dan mengkoordinasi semua tahap pemeriksaan, (2) untuk mendukung pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diperiksanya, (3) untuk menguatkan kesimpulan-kesimpulan akuntan dan kompetensi pemeriksaannya, (4) untuk pedoman dalam pemeriksaan berikutnya.
Kertas kerja adalah milik akuntan publik, namum pengungkapan informasi yang tercantum dalam kertas kerja kepada pihak ketiga dibatasi oleh Kode Etik Akuntan Indonesia Pasal 19 yang berbunyi: “Seorang akuntan public harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama penugasan professional, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan fakta atau informasi tersebut, bila ia tidak memperoleh ijin khusus dari klien yang bersangkutan, kecuali jika dikehendaki oleh hukum, atau Negara atau perofesinya”.
Ada lima tipe kertas kerja: program pemeriksaan, working trial balance, ringkasan jurnal adjustment, daftar utama, atau daftar pendukung. Pelaksanaan norma pelaksanaan pemeriksaan akuntan yang pertama, yang berbunyi “Pemriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus dipimpin dan diawasi dengan semestinya” dapat dicerminkan dari berbagai tipe kertas kerja yang dihasilkan oleh akuntan. Perencanaan pemeriksaan yang baik dibuat oleh akuntan, sedangkan pengawasan terhadap pekerjaan asisten dapat tercermin dari tanda tangan penelaah (reviewer) yang tercermin dalam setiap tipe kertas kerja yang dihasilkan dalam pemeriksaan.
Kertas kerja harus diberi indeks untuk memudahkan pencarian informasi yang tercantum di dalamnya dan untuk memudahkan pengkaitan informasi dalam suatu kertas kerja dengan informasi dalam kertas kerja yang lain.
Setelah akuntan menyelesaikan tugas pemeriksaan, kertas kerja diarsipkan ke dalam dua macam arsip: (1) arsip kini dan (2) arsip permanen. Arsip kini digunakan untuk menyimpak kertas kerja yang hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diperiksa saja, sedangkan arsip permanen digunakan untuk menyimpak kertas kerja yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun pemeriksaan.